Menonton film No Man Of God hampir-hampir mirip keadaannya seperti menonton film dari Hannibal Lecter. Seorang pihak berwajib menemui seorang penjahat cerdas di penjara untuk melakukan riset. Nantinya atau perkembangannya bisa untuk memecahkan kasus-kasus kejahatan berantai yang dilakukan oleh orang yang sama jahatnya. Kenapa polisi atau detektif melakukan itu? Karena siapa lagi yang bisa memahami cara berpikir penjahat jika bukan dari sudut pandangan penjahat sendiri?
Istilah khusus yang dipakai adalah “profiling” atau membuat, mencari kesamaan pola. Di film No Man of God berdasarkan kisah nyata dari Ted Bundy, pembunuh puluhan perempuan, ditemui oleh detektif Hagmeier untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul mengenai kasus yang ada. Hagmeier sedikit lebih beruntung dibandingkan detektif-detektif di film Hannibal Lecter (Agen Graham atau Starling). Karena, Lecter sendiri orang yang usil, suka menjawab pertanyakan dengan balas menjawab dengan teka-teki. Kalau Ted Bundy lebih ke tidak ada keinginan mengerjai detektif. Lagipula Hagmeier seorang yang pintar memposisikan dirinya, yakni sebagai pelajar yang ingin mengerti. Ingin mengerti pola pikir seorang psikopat. Sedangkan Bundy ingin dimengerti sebagai seorang normal tanpa ada gangguan kejiwaan. Kebanyakan detektif yang datang sebelumnya bersifat mengintimidasi dan menyudutkan. Jadi, hubungan Bundy dan Hagmeier lebih klop, cocok, serasi.
Secara arti, No Man Of God berarti bukan hamba Tuhan. Bundy dianggap tidak punya agama karena melakukan banyak pembunuhan. Setelah ditelusuri, mengapa ia banyak membunuh para wanita, karena dendam pornografi yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Semua dijawab dengan alur logika yang membuat kita sedikit berempati kenapa ia melakukan pembunuhan itu.
Pertanyaannya, mengapa Tuhan Yang Maha Adil, menganugerahkan otak yang tidak berimbang antara logika dan perasaan kepada seorang psikopat, ataupun juga sosiopat? Bayangkan jika kau seorang yang tidak punya perasaan, baik simpati maupun empati kepada orang lain, apalah kau akan protes kepada Yang Maha Pencipta?
Bagaimana dengan koruptor, misalnya dana bansos yang tidak punya perasaan ke orang-orang miskin di negaranya. Atau seorang penjahat pedofilia yang baru saja bebas dari penjara, tapi malah bangga disambut bak pahlawan dan dengan sukacita dijadikan bintang tamu sebuah acara TV dan menghiraukan perasaan korban pedofilnya. Apalah kita sebagai penonton ikut mencaci mereka sebagai orang yang tidak punya perasaan? Atau bagaimana jika kita menjadi mereka. Coba bayangkan jika kita adalah psikopat yang jiwa kita tidak dibekali dengan rasa kemanusiaan. Menganggap perilaku kriminal kita adalah sikap wajar dan normal. Apakah kita, psikopat minta agar orang lain dapat memahami posisi kita?
Tentu saja jawabnya kembali ke nilai-nilai agama dari Tuhan. tetap bagaimanapun, mencuri, korupsi, atu membunuh adalah dosa besar. Semua tindakan itu disebut kriminal yang berefek buruk bagi manusia yang lain. Bagi nilai-nilai agama, seorang yang baik sadar maupun tidak sadar melakukan kriminal harus bertobat, mohon ampun terlebih dahulu. Apapun yang terjadi, apakah kita seorang psikopat atau bukan, semua pemberian Tuhan wajib disyukuri. Jika ternyata perbuatan kriminal telanjur terjadi, maka harus ada penebusan.